I. Tujuan
Praktikan mampu melakukan standarisasi larutan Na2EDTA dengan baik dan benarm dan praktikan mampu menghitung konsentrasi Na2EDTA
II. Dasar Teori
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentik hasil berupa komplek. Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Contoh reaksi pada titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag (CN)2
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasa penentuan titrimetik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui ion logam, sebuah kation dan sebuah anion atau molekul netral.
Penetapan Titrasi EDTA
a). Titrasi Langsung
Titrasi langsung dengan EDTA dapat dijalankan pada minimal 25 kation dengan menggunakan indikator metallochromic. Sebuah penyangga NH3-NH4Ce pada pH 9 sampai 10 sering sekali dipergunakan untuk logam yang membentuk kompleks dengan ammonia.
b). Titrasi Mundur
Titrasi ini dipergunakan ketika reaksi kation EDTA berjalan lambat atau ketika sebuah indikator yang cocok tidak tersedia. Kelebihan EDTA yang ditambahkan dan kelebihan tersebut dititrasi dengan sebuah larutan standar Mg dengan menggunakan calmagite sebagai indikator.
c). Titrasi Pengganti
Pada titrasi pengganti ini berguna ketika tidak tersedia indikator yang cocok untuk menentukan ion logam. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA ditambahkan, dan ion metal katakanlah M2+ menggantikan Mg dari kompleks EDTA yang relatif lemah, seperti reaksi berikut:
M2 + MgY2- D MY2- + MY2+
Mg2+ yang digantikan kemudian dititrasi dengan sebuah larutan standar EDTA dengan menggunakan Calmagite sebagai indikator.
d). Titrasi Tidak Langsung
Karena ion-ion metal berbeda dalam hal stabilitas kompleks EDTA-nya, kadangkala bisa saja kita mendapatkan titik-titik akhir yang berurutan untuk lebih dari satu metal dalam sebuah titrasi tunggal. Situasi ini agaknya analog dengan situasi basa dair asam dengan konstanta penguraian yang berbeda-beda. Di samping itu, permasalahan dari indikator sangat kritis dalam kasus seperti ini, besi (III) dan tembaga (II) ditentukan dalam sebuah titrasi tunggal EDTA dengan menggunakan pendeteksi fotometrik dari titik-titik akhir, demikian pula timah (II) dan bismut (III).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu undikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksi visual titik-titik akhir yang reaksi warna harus sedemikian sehingga ebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA. Larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus) atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Keempat, kompleks indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks indikator logam ke kompleks logam EDTA haru tajam dan cepat. Kelima, kontras nama antara indikator bebas dan kompleks. Inikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator hars sangat peka terhadap ion logam (yaitu terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen.
III. Alat dan Bahan
A. Alat :
1. Pipet tetes
2. Erlenmeyer
3. Buret
4. Statif
5. Beker
6. Gelas ukur
7. Pipet volume
8. Corong
9. Sendok logam
B. Bahan
1. Larutan Na2EDTA 0,01 M
2. ZnSO4 0,0100 M , 10,0 ml
3. Buffer, pH = 10
4. Indikator EBT
IV. CARA KERJA
1. Memipet 10,0 mL sampel memasukkan dalam erlenmeyer
2. Menambahkan 1 mL buffer pH 10 dan sedikit serbuk EBT
3. Menitrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru
4. Mencatat hasil yang diperoleh dengan mengamati garis pada buret
5. Mengulangi percobaan sampai 3 kali
V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
A. Data Pengamatan
NO
Volume ZnSO4 0,0100 M
Volume Na2EDTA (ml)
1.
10,0 ml
0,00 ─ 10,35 ml
2.
10,0 ml
0,00 ─ 10,35 ml
3.
10,0 ml
0,00 ─ 10,35 ml
4.
10,0 ml
0,00 ─ 08,78 ml
5.
10,0 ml
0,00 ─ 09,20 ml
B. Perhitungan
V1 X M1 = V2 X M2
M1 Na2EDTA = M ZnSO4 x V ZnSO4
V1 Na2EDTA
= 0,0100 M x 10,0 mL
10,35 ml
= 0,0097 M
M2 Na2EDTA = M ZnSO4 x V ZnSO4
V2 Na2EDTA
= 0,0100 M x 10,0 mL
11,28 ml
= 0,0089 M
M3 Na2EDTA = M ZnSO4 x V ZnSO4
V3 Na2EDTA
= 0,0100 M x 10,0 ml
9,61 ml
= 0,0104 M
M4 Na2EDTA = M ZnSO4 x V ZnSO4
V4 Na2EDTA
= 0,0100 M x 10,0 mL
8,78 ml
= 0,0114 M
M5 Na2EDTA = M ZnSO4 x V ZnSO4
V5 Na2EDTA
= 0,0100 M x 10,0 ml
9,20 ml
= 0,0109 M
M rata-rata Na2EDTA :
M = M1 + M2 + M3 + M4 + M4
5
M = 0,0097 M + 0,0089 M + 0,0104 M + 0,0114 M + 0,0109 M
5
M = 0,0513
5
M = 0,0103 M
Jadi kesimpulan Na2EDTA yang digunakan dalam titrasi kali ini adalah 0,0103 M
VI. Pembahasan
Garam natrium dari EDTA tidak memenuhi persyaratan sebagai baku utama. Karena itu larutan EDTA tidak dapat dipakai langsung sebagai pentiter, tetapi harus dilakukan terlebih dulu dengan cat sebagai baku utama. Pada praktikum kali ini zat baku utama yang digunakan untuk pembakuan larutan EDTA adalah ZnSO4. ZnSO4 yang dibutuhkan adalah 10,0 ml dengan konsentrasi 0,0100 M. Pada titrasi pertama dihasilkan konsentrasi Na2EDTA yaitu 0,0097 M dengan volume 10,35.
Titrasi Na2EDTA menggunakan indikator EBT dan penyangga ammonia dengan pH 10. Hal ini bertujuan pertama, memelihara agar pH tetap, yang disebabkan ketika ion Hidrogen lepas pada proses titrasi yang dapat menyebabkan perubahan pH dalam titrasi kompleksometri. Kedua, mencegah terbentuknyaendapan logam hidroksida. Dengan demikian, penyangga itu dapat bertindak sebagai zat pembentuk kompleks tambahan, dimana penyangga ammonia mencegah pengendapan seng hidroksida.
Dari data titrasi dihasilkan penggunaan volume Na2EDTA pada setiap percobaan yaitu: 10,35 ml, 11,28 ml, 9,65 ml, 8,78 ml, dan 9,20 ml. Penggunaan Na2EDTA yang memiliki volume seperti di atas menjadikan percobaan tidak maksimal dan koefisien. Hal ini disebabkan dalam penggunaan indikator yang tidak sama ukurannya, ada yang terlalu sedikit dan ada yang terlalu kebanyakan. Dari penggunaan volume tersebut dihasilkan konsentrasi Na2EDTA rata-rata adalah 0,0103 M.
VII. KESIMPULAN
a). Titrasi kompleksometri merupakan reaksi pembentukan kompleks
b). Titrasi EDTA dengan menggunakan penyangga ammonia bertujuan memelihara agar pH tetap dan mencegah terbentuknya logam hidroksida.
c). Dari setiap percobaan dihasilkan volume Na2EDTA yaitu 10,35 ml, 11,28 ml, 9,65 ml, 8,78 ml, dan 9,20 ml. Sehingga dihasilkan konsentrasi Na2EDTA yaitu 0,0103 M.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Day, R. A. dan Underwood, A. L, 2006, ANALISIS KIMIA KUANTITATIF EDISI KEENAM, Jakarta: Erlangga
Hidayati, Ana. 2009, PETUNUK PRAKTIKUM DASAR KIMIA ANALITIK, Semarang: Tadris Kimia Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Ibnu, M. Shodiq, dkk, 2004, COMMON TEXT BOOK KIMIA ANALITIK 1, Malang: JICA UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Khopkar, S. M., Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI Press, 2007

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+

0 komentar:

Post a Comment

*Terimakasih atas kunjungannya, jika ingin kunjungan balik dari saya silakan memberikan komentar di bawah.
*Maaf No Live link dan No unsur SARAP (Suku, Agama, Ras, Antar golongan, Porno)
*Jika anda ingin mengutip artikel harus disertakan link yang menuju artikel ini. Baca selengkapnya di TOS.
*Jika banner atau link sobat ingin ditempatkan di blog ini, silahkan masuk halaman jawigo.blogspot.com/p/sobatku.html

 
Top