Ada banyak pendapat yang menyatakan mengenai pengertian filsafat. Salah satu diantaranya adalah “Philosophy is an activity: it is a way of thingking about certain sorts of question”. Menurut pengertian ini filsafat berarti sebuah aktivitas berfikir mengenai bagaimana seseorang mengetahui sesuatu. Pengertian kedua, filsafat berasal dari kata Yunani, yakni philosophia yang berarti adalah cinta (philia) dan kebijaksanaan (shopia). Menurut analisis, kata ini muncul dari mulut Phytagoras yang hidup di Yunani Kuno pada abad ke-6 sebelum Masehi. Oleh karena itu, orang yang mencintai kebijaksanaan disebut juga sebagai philosophos atau filsuf. Orang yang mencintai kebijaksanaan bukanlah orang yang sudah memiliki kebijaksanaan, melainkan orang yang terus berupaya mencintai kebijaksanaan. Penjelasan ini yang akan membawa kita masuk ke dalam penjelasan tentang hakikat filsafat.
Biasanya, ada dua jawaban atas pertanyaan tentang hakikat filsafat. Yang pertama, filsafat adalah suatu aktivitas, dan bukan suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja. Dengan kata lain, kita berfilsafat, dan tidak hanya belajar filsafat. Semua orang, tak terkecuali, berfilsafat. Bahkan, orang yang paling sinis dan tidak suka, serta mengkritik filsafat pun sebenarnya sedang berfilsafat juga. Yang kedua, filsafat juga sering diartikan sebagai suatu analisis konseptual, yakni berfikir tentang pikiran.
Kedua argumen di atas memang menjelaskan suatu hal, tetapi tampaknya belum sesuai dengan harapan. Untuk memperkuat argumen di atas, ada definisi filsafat yang populer. Yakni, filsafat adalah suatu disiplin ilmu mengenai hakikat terdalam segala sesuatu dengan menerapkan prosedur berpikir ilmiah, yakni metode logis-analisis, seraya memanfaatkan bahan-bahan dan hasil-hasil pemikiran yang absah. Karena tujuannya untuk memahami hakikat terdalam segala sesuatu atau segala sesuatu sebagaimana adanya yang hakiki, maka terkadang disebutkan bahwa kegiatan berfilsafat bersifat radikal (berasal dari kata radix, sebuah kata bahasa latin yang bermakna “akar”).
Filsafat tidak mungkin hanya berhenti pada gejala permukaan. Sebaliknya, filsafat menggali sedalam-dalamnya akar-akar yang berada di bawah gejala-gejala permukaan tersebut. Itu sebabnya, filsafat cenderung memasukkan ke dalam cakupannya pembahasan tentang Tuhan, metafisika, kosmogoni dan kosmologi, psikologi, dan berbagai aspek terdalam kehidupan manusia di muka bumi. Dari filsafatlah prinsip logika yang belakangan menjadi sokoguru metode saintifik berasal.
          2. Ilmu
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ini berarti ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian-kejadian yang bersifat empiris (obyek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia).
           Syarat-syarat ilmu:
a. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam.
b. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
c. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya.
d. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).
    3. Filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu, secara umum bisa dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan objek khusus, yaitu ilmu pengetahuan, dan sudah tentu memiliki sifat dan karakteristik yang hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia tak lain adalah kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara umum, filsafat ilmu pengetahuan adalah sebuah upaya untuk memahami makna, metode, strukur logis dari ilmu pengetahuan, termasuk juga di dalmnya kriteria-kriteria ilmu pengetahuan, hukum-hukum, dan teori-teori di dalam ilmu pengetahuan.
Inti sari dari filsafat ilmu adalah kebenaran, fakta, logika, dan konfirmasi. Sedangkan ciri-ciri dan cara kerja filsafat ilmu, antara lain:
a. Mengkaji dan menganalisis konsep-konsep, asumsi, dan metode ilmiah.
b. Mengkaji keterkaitan ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya.
c. Mengkaji persamaan ilmu yang satu dengan yang lainnya, tanpa mengabaikan persamaan kedudukan masing-masing ilmu.
d. Mengkaji cara perbedaan suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya.
e. Mengkaji analisis konseptual dan bahasa yang digunakannya
f. Menyelidiki berbagai dampak pengetahuan ilmiah terhadap: cara pandang manusia, hakikat manusia, nilai-nilai yang dianut manusia, sumber-sumber pengetahuan dan hakikatnya, logika dengan matematikanya, logika dengan matematika dengan realitas yang ada.
Bidang kajian filsafat ilmu itu ada 3, yakni:
a. Ontologi
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia?
b. Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan epistemologi mempertanyakan bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau teknik atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
c. Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?
Melihat uraian di atas, filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Dengan demikian, filsafat ilmu sangatlah penting peranannya bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Tentu juga, filsafat ilmu sangat bermanfaat bagi manusia untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.

B. Ilmu Kimia
Chemistry is the study of the composition, structure, properties, and interctions of matterMenurut pengertian tersebut, berarti ilmu kimia mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu materi. Misalkan kita membahas “air”, maka secara sederhana yang dipelajari oleh ilmu kimia tentang air adalah mengenai:
  1. Bagaimana atom-atom hidrogen dan oksigen tersusun dalam sebuah molekul air dengan membentuk struktur molekul.
  2. Bagaimana sifat-sifat air dihubungkan dengan susunan dan struktur tadi.
  3. Perubahan apa yang terjadi pada air.
  4. Seberapa besar energi yang dihasilkan atau diserap pada perubahan tersebut.
Sudah dijelaskan bahwa kimia adalah ilmu tentang materi dan perubahannya. Materi itu sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Pada prinsipnya, semua materi dapat berada dalam tiga wujud: padat, cair, dan gas. Padatan adalah benda yang rigid dengan bentuk yang pasti. Cairan tidak serigid padatan dan bersifat fluida, yaitu dapat mengalir dan mengambil bentuk sesuai wadahnya. Seperti cairan, gas bersifat fluida, tetapi tidak seperti cairan, gas dapat mengembang tanpa batas. Ketiga wujud materi ini dapat berubah dari wujud yang satu ke wujud yang lain. Dengan pemanasan, suatu padatan akan meleleh menjadi cairan. Pemanasan lebih lanjut akan megubah cairan menjadi gas. Di sisi lain, pendinginan gas akan mengembunkannya menjadi cairan. Pendinginan lebih lanjut akan membuatnya menjadi padat.
Bagian yang terpenting dari ilmu kimia adalah mempelajari reaksi kimia, perubahan yang terjadi bila senyawa kimia berinteraksi membentuk suatu senyawa baru yang berbeda. Reaksi kimia merupakan suatu hal yang menakjubkan untuk diteliti dan merupakan bagian yang menyenangkan dari ilmu kimia untuk memperhatikan terjadinya reaksi kimia.
Hakekat ilmu kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi deformasi, perubahan letak susunan, ini mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dengan wujud yang semula.

C. Relevansi Filsafat dalam Pengembangan Ilmu Kimia
Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir sistematik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa hakekat ilmu kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk maupun susunan partikel. Setelah kita mengetahui bahwa wujud itu bisa berubah dari bentuk satu ke wujud yang lain, kita harus mengetahui bahwa perubahan itu akan membawa manfaat atau justru mudharat. Wilayah ontologi dan epistemologi sudah terpenuhi, tetapi belum tentu pada wilayah aksiologi. Untuk itu wilayah aksiologi menjadi penting untuk dikaji bagi ilmuan kimia.
Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kasasan simbolik, ataupun fisik materiil. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi sebagai suatu Condition Quanon yang wajib dipatuhi dalam kegiatan penelitian maupun dalam penerapan ilmu.
Timbulnya persepsi buruk masyarakat terhadap kimia sebetulnya karena manusia terlalu acuh tak acuh dengan wilayah aksiologi kimia itu sendiri. Seolah-olah tugas manusia telah selesai di tataran epistemologi dan ontologi saja, padahal wilayah aksiologilah yang paling menentukan apakah ilmu kimia itu membawa manfaat atau justru mudharat. Padahal ilmu kimia tidak bisa lepas dari nilai, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang lain. Semua tidak bisa lepas dari nilai, karena yang manusia temukan pasti mempunyai tujuan tersendiri.
Bahan pangan yang beredar di tengah masyarakat yang mengandung bahan kimia berbahaya, seperti : tahu, bakso yang mengandung bahan formalin, pengawet. Krupuk yang kita konsumsi pun tak luput dari bahan racun kimia “boraks”. Bahkan, minuman es di kantin-kantin maupun yang dijual di pinggir jalan diindikasikan bahwa bahan pewarnanya tak lain bahan yang sama untuk pewarna kain. Mengatasnamakan kecantikan bahan kosmetik, alat kecantikanpun tak luput dari racun-racun berbahaya, mercuri, yang berakibat paling fatal yakni kematian. Pada acara “investigasi “yang disiarkan oleh salah satu stasiun TV betapa rasa kemanusiaan kita tercabik melihat betapa mudahnya pedagang yang “nakal” menggunakan bahan pemutih campuran Seperti hydrogen peroksida (H2O2), tawas, boraks hanya untuk mengejar keuntungan semata sebagai contoh pada produk pengolahan ikan menjadi ikan asin, kulit sapi (kikil) untuk mendapatkan tampilan bersih, ayam tiren untuk istilah ayam yang mati kemaren (ayam mati yang diolah), dan pada proses pembuatan kue untuk jajanan pasar (pewarna sintetik, pemanis, pengawet yang dilarang penggunaannya).
Contoh lain dalam bidang militer, kimia seolah menjadi landasan untuk menciptakan senjata yang paling menakutkan, efisien dan berdaya guna yang hebat, sekali blaar sasaran langsung klepek, tak berkutik alias mati. kemengangan telah dicapai. Masih ingatkah tentang dahsyatnya bom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki? Sebuah bom atom yang telah memporakporandakan segala yang ada, entah manusia, gedung atau yang lain, semunya hancur oleh dahsyatnya bom atom. Sebuah bom yang lahir dari gagasan mengenai teori fisi sebuah atom: sebuah atom bisa dipecah menjadi beberapa atom yang lain dengan menembakan sinar tertentu terhadap unsur kimia tertentu, biasanya Uranium, yang akhirnya tercipta unsur-unsur baru dengan melepaskan energi yang sangat spektakuler serta sinar radiasi yang mematikan. Munkin daya ledak hanya tercipta bersamaan dengan jatuhnya bom, akan tetapi sinar-sinar radioaktifnya bisa bertahan sampai waktu yang sangat panjang.
Contoh kasus di atas adalah contoh pengembangan ilmu kimia yang disalah gunakan yang ditemukan hanya dengan tataran ontologi dan epistemologi tapi tanpa memandang wilayah aksiologi. Para pelaku tersebut paham konsep dan proses ilmu yang ditemukan tetapi tidak mempedulikan nilai dari ilmu tersebut, sehingga ilmu yang ditemukan hanya akan membawa kemudharatan bagi masyarakat.
Jika setiap manusia menemukan ilmu dengan memandang wilayah aksiologi, maka ilmu tersebut akan memiliki nilai yang tinggi. Contoh terapan ilmu kimia yang memandang wilayah aksiologi yaitu mengenai peluruhan atom yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Peluruhan atom telah diketahui oleh ilmuwan, bahwa dalam proses peluruhan atau fisi sebuah unsur akan disertai pelepasan energi beberapa elektron yang tentunya dapat dimanfaatkan, misalkan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
Jadi wilayah aksiologi ini berhubungan dengan hati nurani manusia dan agama yang berbicara. Akan tetapi, jika mengacu pada proses timbulnya ilmu kimia bahwa bermacam-macam wujud yang ada ini pada dasarnya berasal dari wujud tunggal, dalam Islam adalah bahwa segala yang ada itu berasal dari wujud Allah, sudah selayaknya jika kehadiran ilmu kimia ini ditarik lagi ke wujud tunggal tersebut yaitu digunakan untuk menyenangkan sesama makhluk Tuhan.
Filsafat sebagai fasilitator ilmu kimia hanyalah sebatas untuk mengorek isi yang terkandung dalam wilayah kimia serta mencari gejala-gejala ilmiah yang ada di alam semesta ini yang akhirnya dimasukkan ke wilayah ilmu kimia. Tanpa filsafat yang mengorek mengenai sesuatu yang tersembunyi di tubuh alam semesta ini maka perkembangan ilmu, khususnya kimia, hanya akan mengalami stagnansi, kemandekan. Jika ini terjadi berarti lonceng kematian bagi peradaban manusia telah dimulai dan manusia akan kembali pada zaman batu. Buku kemajuan manusia modern telah ditutup. Maka, berfilsafat merupakan syarat dasar bagi kemajuan sebuah ilmu pengetahuan dalam hal ini khususnya ilmu kimia dan agama menjadi penuntun ke mana ilmu pengetahuan akan dibawa. Disinilah fungsi manusia sebagai khalifah untuk menjadi perekayasa sehingga dunia ini bersifat sustainable atau berkelanjutan sehingga bumi ini akan terwariskan hingga akhir zaman.
Makalah Ilmu Filsafat dengan Judul RELEVANSI FILSAFAT DALAM PENGEMBANGAN ILMU KIMIA (WILAYAH AKSIOLOGI)


Daftar Kepustakaan
Ahira, Anne, www.anneahira.com/ilmu/filsafat-ilmu.htm
Baqir, Haidar , 2005, Buku Saku Filsafat Islam, Bandung: Mizan Pustaka
Chang, Raymond, 2003, Kimia Dasar Konsep-konsep Inti Jilid I Edisi Ketiga, Jakarta: Erlangga
Hong, Nguan, dkk, 2009, Focus Ace Spm 2009 Chemistry, Selangor Darul Ehsan: Pelangi
anwarpamungkas.wordpress.com/2009/11/02/filsafat-sebagai-pisau-bedah-dalam-perkembangan-ilmu-kimia/
id.wikipedia.org/wiki/Ilmu
Junaedi, Mahfud, 2010, Ilmu Pendidikan Islam Filsafat dan Pengembangan, Semarang : Rasail
Muslih, Mohammad , 2006, Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Belukar
Qomar, Mujamil, 2007, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Kritik, Jakarta: Erlangga
Rosadtea,sites.google.com/site/rosadteaconr/artikel/epistemologi-filsafat- pengetahuan
Surajiro, 2008, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara
Warburton, Nigel, 2004, Philosophy The Basic fourth edition, New York: Routledge
Wattimena, Reza A. A., tth , Filsafat dan Sains, Jakarta: Grasindo

Sekian postingan kali ini dengan judul "RELEVANSI FILSAFAT DALAM PENGEMBANGAN ILMU KIMIA (WILAYAH AKSIOLOGI)". Semoga bermanfaat. Dan jangan lupa klik tombol share media sosial ya sob. Terimakasih dan mohon maaf.

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+

0 komentar:

Post a Comment

*Terimakasih atas kunjungannya, jika ingin kunjungan balik dari saya silakan memberikan komentar di bawah.
*Maaf No Live link dan No unsur SARAP (Suku, Agama, Ras, Antar golongan, Porno)
*Jika anda ingin mengutip artikel harus disertakan link yang menuju artikel ini. Baca selengkapnya di TOS.
*Jika banner atau link sobat ingin ditempatkan di blog ini, silahkan masuk halaman jawigo.blogspot.com/p/sobatku.html

 
Top