Ada hubungan timbal balik antara ilmu pengetahuan dan pola pikir. Semakin banyak ilmu pengetahuan, maka semakin baik pula pola pikir seseorang.  Ia tidak akan terjangkit penyakit kecerdasan berupa taklid dan kebodohan. Dengan ilmu yang merupakan jembatan menuju ketaqwaan, manusia tidak akan menjadi budak nafsu, dan dengan ilmu pula manusia mampu berdzikir  hingga tingkatan tertinggi. Orang yang bertaqwa juga akan haus akan ilmu Allah, sehingga ia akan mengembara ke arah ilmu itu berada. Bahkan, hubungan timbal balik antara ilmu pengetahuan dan akal pikiran sering kali terintegrasi dalam sebuah majelis dzikir yang mencerdaskan.

Kolaborasi Dzikir Pikir dan Ilmu Pengetahuan
Hubungan timbal balik antara ilmu pengetahuan dan akal pikiran dalam majelis dzikir yang mencerdaskan.
Dzikir memperdayakan konsentrasi, sehingga otak dapat berpikir secara jernih. Dalam keadaan yang demikian ini, maka akal akan mudah dalam menerima ilmu pengetahuan. Dan, ketika ilmu tersebut telah terintegrasi dalam diri melalui khusyuknya dzikir, maka kecerdasan bukanlah suatu hal yang mustahil, bahkan menjadi keniscayaan.
Dengan khusyuknya dzikir, akan merangsang otak fokus dan konsentrasi dalam berpikir. Anda dapat memanfaatkan kekuatan dzikir ini untuk relaksasi, belajar dengan cepat, meningkatkan kreatifitas tingkat tinggi, mengubah kebiasaan, mengembangkan imajinasi, bahkan membawa dampak yang senantiasa ceria dalam menjalani kehidupan ini. Konon, orang-orang yang senantiasa menggunakan akalnya (baik berpikir, berkonsentrasi, berdzikir, dll) wajahnya kelihatan awet muda dan harapan hidupnya lebih tinggi. Lain halnya dengan orang yang tidak pernah lagi mencuci otaknya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan mengasahnya melalui dzikir. Hidupnya bagaikan tak lagi punya harapan, sehingga tampak seperti si pikun yang dengan sabar menunggu kematian.
Terlebih lagi, jika majlis dzikir tersebut dibarengi dengan kajian-kajian ilmiah dengan menghadirkan perspektif rasionalitas-empiris sekaligus religius. Sebuah majlis dzikir yang meminta tambahan ilmu pengetahuan melalui do'a berupa kajian secara mendalam. Majlis seperti inilah yang mampu mengintegrasikan dzikir dan pikir melalui majelis ilmu. Dan, menghadiri majelis ilmu seperti ini merupakan wujud ikhtiar kita untuk ditambahkan pengetahuan oleh Allah SWT.
Orang yang berilmu akan terus berpikir menemukan sesuatu yang dapat membahagiakan dirinya, memuaskan hatinya, dan menyegarkan ingatannya. Oleh karena itu, jika pencarian kebahagiaan, kepuasaan, dan kesengsaraan tersebut melalui akal pikiran kreatif yang terlepas dari dimensi dzikir, maka akal pikiran kreatif tersebut akan menghalalkan segala bentuk kreativitas, walaupun perbuatan kreatif itu bertentangan dengan etika religius, lingkungan, dan kemanusiaan. Sebagai contoh, seorang pelajar yang ingin lulus menyontek ketika ujian; seorang pegawai atau karyawan yang sering bolos kerja; seorang guru yang sering memotong jam pelajaran dengan alasan terlambat, urusan keluarga, dan kepentingan pribadi; pejabat yang korupsi; hingga nikah kontrak di kalangan mahasiswa dengan alasan menghindari perzinaan.
Itulah bahaya hilangnya mengingat Allah (dzikir) dari hati manusia. Akal yang lepas dari kendali "ingatannya" akan memaksa segala sesuatu adalah masuk akal dan segala yang masuk akal adalah rasional. Akibatnya, ketika akal dihadapkan pada persoalan metafisika, keruhanian, perasaan, dan lain sebagainya, maka akal akan "menafsirkan" dimensi metafisika tersebut sebagai realitas alamiah yang salah kaprah. Semua memang masuk akal, tetapi semua yang masuk akal belum tentu rasional.
Demikianlah keadaan akal yang telah kehilangan "ruh" tendensi rasionalnya, yakni dzikir. Akal seringkali melampaui batas melanggar norma agama dan bertindak tanpa rasa penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu, orang yang demikian tidak akan mampu melakukan lompatan quanta guna meraih kecerdasannya. Sebab, ia masih terbelenggu alam fisik yang mampu dan mengabaikan dzikir secara total. Orang yang mampu melakukan lompatan quanta hanyalah orang yang mengakses energi kolaborasi dzikir, pikir, dan ikhtiar sebagai "kendaraan" menuju kecerdasan, bukanlah kecerdasan itu sendiri.

Sekian postingan kali ini dengan judul "Kolaborasi Dzikir Pikir dan Ilmu Pengetahuan". Semoga bermanfaat. Jika anda ingin membaca lebih lengkap mengenai quantum dzikir silahkan membeli buku dengan judul "Quantum Dzikir Interkoneksi Dzikir dan Optimasi Kecerdasan Manajemen Dzikir Berorientasi Sempurnanya SQ, EQ, dan IQ" yang ditulis oleh Suyadi dan diterbitkan oleh Diva Press dengan Alamat Sampangan Gg. Perkutut No. 325-B, jalan Wonosari, Baturetno, Banguntapan Jogjakarta.

Share artikel ke :

Facebook Twitter Google+

0 komentar:

Post a Comment

*Terimakasih atas kunjungannya, jika ingin kunjungan balik dari saya silakan memberikan komentar di bawah.
*Maaf No Live link dan No unsur SARAP (Suku, Agama, Ras, Antar golongan, Porno)
*Jika anda ingin mengutip artikel harus disertakan link yang menuju artikel ini. Baca selengkapnya di TOS.
*Jika banner atau link sobat ingin ditempatkan di blog ini, silahkan masuk halaman jawigo.blogspot.com/p/sobatku.html

 
Top